Friday, March 20, 2009

Siapa Manusia Pertama ke Bulan?


Siapakah manusia bumi pertama yang menjejakkan kaki di Bulan?

Salah, jika anda menjawab Neil Armstrong. Karena di tahun 1952, atau 17 tahun sebelum Armstrong, Tintin sudah lebih dulu melangkahkan kakinya di Bulan.

Januari 2004 ini dunia merayakan 80 tahun petualangan Tintin. Selama 80 tahun, komik-komik Tintin sudah dicetak berjuta-juta eksemplar dalam berbagai bahasa, termasuk Indonesia. Publik dari berbagai generasi pun sudah akrab dengan Tintin dan tokoh-tokoh dalam berbagai petualangannya, seperti Snowy anjingnya, Kapten Haddock, Profesor Cuthbert Calculus, serta detektif kembar dogol Thomson dan Thompson. Selama 80 tahun, Tintin dengan berbagai petualangannya telah eksis selama beberapa generasi di seluruh dunia. Tintin telah menjadi tidak hanya sekedar tokoh komik. Ia telah menjadi sebuah ikon universal yang dibaca oleh jutaan penduduk bumi dari berbagai bangsa dan bahasa.

Tintin adalah produk era depresi besar ’30-an. Ia sudah melewati masa Perang Dunia II dan Perang Dingin hingga era ‘70an. Dalam berbagai petualangannya, Tintin sudah berkelana ke seluruh benua (kecuali Australia), Kutub Utara, Laut Merah, Karibia, bahkan ke bulan! Ia digambarkan sebagai seorang reporter yang tinggal di London, Inggris. Tepatnya di Jalan Labrador No. 7. Tak terlalu jelas untuk suratkabar apa ia bekerja. Ia pun tidak pernah terlihat berada di kantor redaksi, membawa alat perekam atau kamera. Paling ia hanya membawa sebuah notes dan pena di jaketnya.

Diciptakan oleh Hergé, penulis asal Belgia yang bernama asli Georges Rémi, Tintin pertama kali muncul pada Januari 1929 melalui petualangannya “Tintin di Uni Soviet”, yang diterbitkan dalam bentuk comic strip hitam-putih. Penampilan awal Tintin – juga Snowy – agak berbeda dengan yang ada di komik-komik selanjutnya. Guratan gambarnya masih cenderung kaku dan kasar. Cerita petualangan Tintin di Uni Soviet sangat kental membawa propaganda antikomunis. Digambarkan bagaimana Tintin membongkar berbagai kepalsuan rezim komunis. Misalnya, kepulan asap dari pabrik ternyata dihasilkan dari tumpukan jerami yang sengaja dibakar untuk mengelabui delegasi Barat, bukan karena pabrik tengah menjalankan produksi.

Di petualangannya yang kedua (1930), Tintin berkelana ke sebuah negeri di Afrika, Kongo, untuk membongkar jaringan penyelundupan berlian. Nuansa imperialisme begitu terasa diusung oleh Hergé. Banyak pihak menilai, cerita ini mencerminkan pandangan paternalistik dan rasis dari kaum imperialis yang masih dianut oleh masyarakat Eropa di periode itu. Di Kongo, Tintin sempat menjadi guru Sekolah Dasar yang mengajarkan murid-muridnya untuk berterimakasih kepada penjajah Belgia, negeri asal Hergé. Sebagaimana episode pertama, kisah “Tintin di Kongo” tidak beredar di Indonesia.


Namun di petualangannya yang ketiga, Tintin – maksudnya Hergé – membalikkan kesan pemihakannya pada ideologi kapitalis dan imperalis. Kali ini Tintin berkelana melintasi Atlantik ke Amerika (1931). Di situ Tintin justru mengangkat sisi-sisi lain dari kemajuan Amerika, seperti hukum dan birokrasi yang diatur oleh bandit-mafia (Tintin bahkan berhadapan dengan gembong mafia Chicago Al Capone) dan modernisasi yang menindas penduduk Indian asli Amerika.



Menariknya, Hergé sempat dituduh sebagai simpatisan Nazi. Gara-garanya adalah dalam episode “Ekspedisi ke Bulan” (1950) dan “Penjelajahan di Bulan” (1952), roket yang membawa Tintin dan kawan-kawan (diciptakan oleh Profesor Calculus) sangat mirip dengan prototipe roket yang sempat dikembangkan oleh Nazi Jerman. Hergé mengakui, idenya memang berasal dari roket Nazi yang dimuat di sebuah majalah teknologi antariksa.



Tetapi tuduhan simpatisan Nazi ini sesungguhnya tidak beralasan. Karena jauh sebelumnya dalam kisah “Tongkat Raja Ottokar” (1938), Tintin berada di pihak yang berseberangan dengan fasis. Tintin membantu Raja Ottokar dari Syldavia dalam sebuah percobaan kudeta yang didukung oleh pemerintah Borduria, tetangga Syldavia yang berhaluan fasis. Kemudian, di episode, “Penculikan Calculus”(1954), Tintin – kali ini bersama Kapten Haddock – kembali dikejar-kejar tentara fasis Borduria yang bermaksud menculik Profesor Calculus.


Di akhir ‘60an memasuki ‘70an, dunia politik internasional diwarnai oleh munculnya ideologi teologi pembebasan dan pemikiran dependensia yang banyak berkembang dan mengilhami gerakan revolusi di Amerika Latin. Entah terinspirasi atau tidak, petualangan Tintin yang terakhir terjadi di San Theodoros, sebuah negara fiktif di Amerika Latin (1975). Di sana Tintin membantu perjuangan gerilyawan Picaros pimpinan Jendral Alcazar untuk merebut kembali kekuasaan dari diktator Jendral Tapioka. Tintin pertama kali bertemu Alcazar dalam episode “Patung Kuping Belah”(1935). Ketika Tapioka berkuasa, Alcazar terpaksa meninggalkan negerinya dan bekerja sebagai pelempar pisau dalam atraksi hiburan dengan nama Ramon Zaraté (lihat “Tujuh Bola Ajaib”, 1943). Seperti kisah tokoh revolusioner Ché Guevara, Tintin dan kawan-kawan bergerilya bersama kelompok Picaros di hutan-hutan pedalaman Amazon. Di akhir cerita, Tintin

0 comments:

Post a Comment

Followers

Archive

 

ADVENTURE OF TINTIN. Copyright 2008 All Rights Reserved Revolution Two Church theme by Brian Gardner Converted into Blogger Template by Bloganol dot com